Penetapan Prolegnas Prioritas RUU 2021 tak Perlu Dipaksa Terlalu Banyak, Harus Realistis

Artikel FS

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Firman Soebagyo menyampaikan beberapa catatan terkait usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

Seperti diketahui, Prolegnas 2021 tersebut akan ditetapkan oleh DPR RI bersama pemerintah.

Ia menuturkan bahwa penetapan jumlah Prolegnas Prioritas RUU 2021 harus realistis, jumlahnya tidak perlu dipaksakan sebanyak-banyaknya.

Baca Juga: Pangdam Jaya Dinilai Sesumbar, Musni Umar: FPI Dibenci Sekelompok Kecil, Puluhan Juta Orang Menyukai

“Akan tetapi, kita harus melihat ketersediaan waktu dan kemampuan dari masing-masing Alat Kelengkapan Dewan (AKD) untuk bisa menyelesaikan pembahasan UU di masing-masing Komisinya bersama pemerintah,” kata Firman pada Selasa, 24 November 2020 dikutip Pikiranrakyat-Depok.com dari laman resmi DPR RI.

Politisi Partai Golkar tersebut menjelaskan mengapa diperlukan sikap realistis dalam penyusunan Prolegnas.

Ia menyebutkan bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu, kinerja Dewan yang mudah terukur publik adalah fungsi legislasi, dari jumlah yang ditetapkan dalam prioritas dan yang selesai ditetapkan menjadi UU.

Baca Juga: Pemerintah Diminta Rangkul Habib Rizieq, Fadli Zon: Dia Ulama yang Jadi Panutan dan Keturunan Nabi

“Oleh sebab itu, dalam usulan kami seyogyanya pemerintah dan DPR tidak perlu memasukan lagi RUU yang bisa menimbulkan kontroversi di masyarakat,” ucapnya.

Ia memberi contoh RUU yang bisa menimbulkan kontroversi seperti RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sudah disahkan menjadi inisiatif DPR.

Firman menilai, karena menimbulkan kontroversi di publik yang sangat luar biasa, sebaiknya tidak perlu lagi ditetapkan menjadi skala prioritas 2021.

Baca Juga: Cek Fakta: Beredar Kabar Covid-19 Hanyalah Tipuan untuk Menutupi Penyakit Radiasi, Simak Faktanya

“Menurut saya bahwa RUU HIP belum menjadi RUU yang urgen untuk dibahas. Karena situasi bangsa saat ini masih hiruk-pikuk dengan gejolak politik dan itu tidak akan menguntungkan bagi pemerintah dan DPR,” katanya.

Demikian juga dengan RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol) yang dulu pernah dibahas di Pansus DPR bersama pemerintah yang juga tidak selesai.

“Ini harus kembali dijelaskan oleh pemerintah, kenapa tidak bisa menyelesaikan pembahasanya saat itu, dan apa masalahnya agar semua jelas,” ucapnya mengakhiri.

Pikiran Rakyat

Related Posts